Jumat, 08 Januari 2010

Tipe Pemboran Horizontal



Berdasarkan besarnya pertambahan sudut pada lubang yang mengalami pertambahan sudut (rate radius of curvature), maka pemboran horisontal dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1. Long radius system
2. Medium radius system
3. Short radius system
4. Ultra short radius system

1. Long Radius System
Metode ini sering disebut dengan sistem pemboran horisontal konvensional. Pemboran long radius ini mempunyai laju pertambahan sudut yang kecil sekali, yaitu 2 – 6 / 100 ft.MD. Sudah tentu untuk mencapai titik awal bagian lubang yang horisontal dari KOP, diperlukan jarak yang sangat panjang yaitu antara 1500 – 4500 ft. Jarak pemboran atau ekivalen dengan radius kelengkungan 1000 – 3000 ft. Peralatan yang digunakan pada pemboran type ini paling sederhana diantara keempat type pemboran horisontal yang ada, karena peralatan pada pemboran ini merupakan peralatan pemboran konvensional yang susunannya telah dimodifikasi. Karena kesederhanaannya dan juga relatif mudah aplikasinya, pemboran horisontal tipe ini banyak sekali dilakukan, walaupun untuk mencapai titik sasaran yang sama diperlukan jarak pemboran yang jauh lebih panjang dibanding dengan ketiga tipe pemboran horisontal lainnya.

Kelebihan dari penggunaan system long radius adalah :
 Dapat menghasilkan bagian lubang mendatar yang sangat panjang (>5000 ft).
 Peralatan pemboran yang digunakan adalah peralatan yang konvensional (hampir sama dengan directional drilling).
 Tingkat dog leg yang tidak terlalu tinggi.

Sedangkan kelemahan dari penggunaan sistem long radius adalah :
 Trayek yang harus dikontrol sangat panjang.
 Formasi-formasi di atas target harus ditembus pada jarak yang lebih panjang.

Arah Azimuth Dan Bearing

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa dari koordinat surface location ke target location, sudah dapat ditentukan pada kuadran berapa kita bekerja. Untuk menentukan besar arah pemboran dapat digunakan persamaan 1.
Arah (α) = Tan-1 ((E/W Coord) / (N/S Coord))…………………………..…..(1)
Untuk pembacaan arah dapat dinyatakan dalam azimuth atau arah di bearing (kuadrant). Dari kedua arah pembacaan yang harus diingat bahwa kompas akan menunjukkan arah terbagi dalam empat kuadrant masing-masing 900. azimuth diukur searah dengan jarum jam yaitu 00 sampai 3600 seperti yang ditunjukkan pada gambar

Perencanaan Desain Lintasan Pemboran Berarah Bertipe Slant Type

Didalam merencanakan suatu pemboran berarah dikenal dua metode yaitu :

1. Metode Tangential

Dari Gambar 1 di bawah setelah kick off point ditentukan, Build up Section dibuat dengan mengubah sudut kemiringan sampai dicapai sudut maksimum yang diinginkan. Tangent section dibuat dengan mempertahankan sudut maksimum sampai kedalaman tertentu. Sedangkan drop section dibuat dengan mengembalikan sudut maksimum ke 00 dan kembali seperti vertikal. Perencanaan dengan metode ini, dianggap bahwa interval-interval lubang berupa garis patah-patah (lurus untuk masing-masing interval) baik untuk build up section maupun drop section. Dengan kata lain, dianggap bahwa setiap interval yang diambil mempunyai sudut kemiringan yang sama pada awal maupun pada akhir interval. Biasanya interval yang digunakan adalah tiap per 100 ft MD.

Proses Perencanaan Build-Hold Trajectory

Berikut ini adalah tahapan dalam merencanakan build-hold trajectory suatu sumur migas dengan metoda radius of curvature.

1. Tahap I (Perencanaan Horizontal)

Untuk melakukan perencanaan horizontal maka harus diketahui data berupa koordinat titik lokasi dan titik target. Kemudian koordinat tersebut diubah menjadi bentuk easting dan northing sehingga menjadi ukuran panjang, feet (ft).

East = (axis target – axis permukaan) : 0.3048 = X ft (1)

North = (ordinat target – ordinat permukaan) : 0.3048 = X ft (2)

Bila nilai north berupa nilai negatif yang menandakan bahwa koordinat tersebut berada pada south.

Pemeliharaan Pompa-pompa di Rig Pemboran

Pompa lumpur adalah suatu alat untuk memompakan cairan dengan mengubahtenaga mekanis menjadi tenaga hidrolis. Fungsinya untuk memberikan dayahidrolis berupa tekanan dan volume aliran/debit lumpur, dengan mengalirkanlumpur dari tangki melalui manifold stand pipe masuk ke drill string, menuju kenozzle pahat dengan mengefektifkan jet velosity-nya. Kemudian dengan tekananyang dihasilkan oleh pompa lumpur, cairan pemboran akan membawa serbuk bordari dasar lubang menuju permukaan melalui annulus.

Sedangkan prinsip kerja pompa triplex single acting itu sendiri adalahdengan satu kali gerakan bolak-balik akan menghasilkan satu kali kerja. Dimanapada saat piston bergerak ke belakang terjadi langkah pengisapan sehingga liner terisi oleh cairan. Karena pompa triplex bekerja cepat maka pengisian liner dilakukan oleh pompa centrifugal sebagai super charging-nya. Sedangkan padasaat piston bergerak ke depan, maka terjadi langkah penekanan (discharge)sehingga volum cairan yang ada di salam liner terdorong keluar menuju dischargemanifold.

BASIC BOP EQUIPMENT PRESSURE CONTROL

BASIC BOP EQUIPMENT
PRESSURE CONTROL

Overview:

Fluids in the formation are under pressure. When drilled, this pressure can escape to the surface if it is not controlled. Normally drilling mud offsets formation pressure, that is the weight or pressure of the drilling mud keeps fluid in the formation from coming to the surface. For several reasons however, the mud weight can become lighter than it’s necessary to offset the pressure in the formation. When this situation occurs, formation fluids enter the hole. When formation fluids enter the hole, this is called a “kick”. A blowout preventer stack is used to keep formation fluids from coming to the surface. These are called “BOP”s. By closing a valve in this equipment, the rig crew can seal off the hole. Sealing the hole prevents more formation fluids from entering the hole. With the well sealed or shut in, the well is under control. Rig crews use a surface BOP system on land rigs, jack-up rigs, submersible rigs and platform rigs. They use a subsea BOP system on offshore floating rigs, like semi-submersibles and drill ships.

[TOOL BOX]: Why do you suppose subsea BOP system are used on semi-submersibles and drill ships? Blowout prevention equipment is very large and very heavy. Semi-submersibles and drill ships are dynamic, that is they float and thus move with wind & waves while in working mode. On floating rigs, it is not practical to mount the BOP stack on top of the long riser pipe. The BOP stack is much too heavy for the relatively thin and flexible walls of the riser pipe. Also because the riser walls are relatively thin, they cannot withstand the high pressures that could develop inside the riser when the well’s shut in on a kick. So the rig crew mounts the BOP stack on the well head at the see floor and makes up the riser on top of the stack.

Blowout

A blow out is dangerous. Formation fluids like gas and oil blow to the surface and burn. Blow outs can injure or kill, destroy the rig, and harm the environment. Rig crews there for trained and work hard to prevent blowouts. Usually they’re successful, so blowouts are rare. But when they happen, they are spectacular and thus often make new

INTRODUCTION TO DRILLING FLUIDS OVERVIEW

Drilling fluid or drilling mud as many people call it is a vitality in a rotary drilling process. The term “drilling fluid” includes air, gas, water and mud. “Mud” refers to the liquid that contains solids and water or oil. The mud is made up with clay and other additives that give it desirable properties.

MUD TYPES

Water Based Mud

Often, water is the base of drilling mud. Water makes up the liquid part or phase of a water-based mud. Crew members put clay and special additives into the water to make a mud with the properties needed to do its job well. For example, clays give it thickness or viscosity. The water in the mud may be fresh water, sea water or concentrated brine (salt water). The one used depends on its availability and whether it gives the mud the needed properties to drill the hole efficiently.

Oil Mud

At times, down hole drilling conditions require the crew to add oil to the mud, or in some cases, crew members use oil instead of water as the base of the mud. This is called oil-based mud. Oil based mud has many advantages. It can stabilize the formation and reduce downhole drilling problems. However, it is harder for the crew to work with because it can create slippery conditions and environmental precautions must be used. From an environmental standpoint, mud with oil is more difficult to handle because the oil clings to the drill cuttings. The oil must be cleaned off the cuttings before they’re disposed of.

MUD CIRCULATION & TREATING EQUIPMENT MUD SYSTEM OVERVIEW


MUD CIRCULATION & TREATING EQUIPMENT
MUD SYSTEM OVERVIEW

Overview

The rig uses many pieces of equipment to circulate and treat or condition the mud.

Mud Tanks

Mud circulation begins here, in the mud tanks, sometimes called pits. Crew members prepare the mud in these tanks and make it ready for circulation

Mud Pumps

The heart of the circulating system is the mud pump. Often, rigs have two pumps, one primary pump and one for back up. Or, if hole conditions required, the driller can compound or combine the two pumps to circulate large volumes of mud. In fact, on deep wells, the rig may have three or four compound pumps. The powerful pump, or pumps, pick up mud from the mud tanks and send it to the drill string and bit. The pump moves the mud into the discharge line, up to standpipe and into the rotary hose.

Standpipe & Rotary Hose

The standpipe takes the mud about half way of the mast. The rotary hose is attached to the standpipe. The rotary hose is strong, flexible hose that moves with the swivel as it goes up and down in the mast. From the rotary hose, the pump moves mud through the swivel and then down the kelly and drill string. On rigs with a top drive, the mud moves through a passage in the top drive and then into the drill string.

Bit & Annulus

The pump moves the mud down the drill string to the bit. At the bit, the mud jets out of the openings or nozzles in the bit. The jets of mud move cuttings away from the bit. Mud then continues up the annulus, carrying the cuttings with it.

2. Distribution (transmission) equipment


2. Distribution (transmission) equipment

Berfungsi untuk meneruskan atau menyalurkan tenaga dari penggerak utama, yang diperlukan untuk suatu operasi pemboran. Sistem distribusi (transmisi) yang biasa digunakan ada dua macam, yaitu sistem transmisi mekanis dan sistem transmisi listrik (electric). Rig tidak akan berfungsi dengan baik bila distribusi tenaga yang diperoleh tidak mencukupi. Oleh sebab itu diusahakan tenaga yang hilang karena adanya transmisi atau distribusi tersebut dikurangi sekecil mungkin, sehingga kerja mesin akan lebih efisien.

Sistem tenaga yang dipasang pada suatu unit operasi pemboran secara prinsip harus mampu memenuhi keperluan-keperluan sebagai berikut :

• fungsi angkat,
• fungsi rotasi,
• fungsi pemompaan, dan
• fungsi penerangan.



a. Menghitung keperluan tenaga untuk fungsi angkat

Tenaga dari fungsi angkat dari motor melalui transmisi, drawwork, drilling cable dan sistem takel yang terdiri dari crown block dan travelling block diteruskan ke rangkaian pipa bor.

Maka, rendemen total antara motor dan hook :

• Conventiser : 0,7 - 0,8
• Transmisi : 0,88
• Drawwork : 0,90
• Takel : 0,87 untuk 8 kabel dan 0,85 untuk 10 kabel

sehingga, rendemen total untuk 10 kabel adalah

0,75 x 0,88 x 0,90 x 0,85 = 0,505

Tenaga untuk fungsi pengangkatan harus mampu untuk melayani pemboran sampai kedalaman limit pada kondisi ekonomis.

Power suplay equipment


1. DASAR TEORI

Sistem tenaga dalam suatu operasi pemboran terdiri dari dua subkomponen utama, yaitu :

1. Power suplay equipment

Tenaga yang dibutuhkan pada suatu operasi pemboran dihasilkan oleh mesin-mesin besar, yang dikenal dengan "prime mover" (penggerak utama). Tenaga yang dihasilkan tersebut digunakan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut :
• sirkulasi lumpur,
• hoisting, dan
• rotary drill string.

Cost Recovery Migas 2010 Ditetapkan US$ 13,01 Miliar









TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah menetapkan besaran dana penggantian biaya kontraktor minyak dan gas bumi (cost recovery) 2010 sebesar US$ 13,01 miliar Amerika Serikat, naik dari target tahun ini sebesar US$ 10,05-11,05 miliar.

Demikian disebutkan dalam lampiran jawaban pemerintah atas pemadangan umum fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010.

Jawaban pemerintah ini dibacakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat siang ini. Hingga laporan ini diturunkan, Sri Mulyani masih membacakan jawaban pemerintah.

Sebelumnya, dalam pemandangan umum fraksi Jumat pekan lalu, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mempertanyakan cost recovery 2010.

Pada jawabannya, pemerintah mengungkapkan besaran cost recovery cenderung meningkat sejak 2005-2008. Peningkatan itu seiring dengan upaya meningkatkan produksi minyak dan gas bumi. Selama ini, proporsi cost recovery terhadap pendapatan kotor berkisar antara 21-24 persen.

Tahun ini, cost recovery ditetapkan US$ 11,05 miliar dengan upaya terbaik sebesar US$ 10,05 miliar untuk mencapai target produksi minyak 960 ribu barel per hari dan gas bumi 7.526 mmbtu per hari.

Adapun tahun depan, besaran cost recovery ditetapkan untuk mencapai target produksi minyak sebesar 965 ribu barel per hari dan gas bumi sebesar 7.758 mmbtu per hari,

Masih dari bahan jawabannya, pemerintah mengaku telah berupaya mengendalikan cost recovery dengan menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2008 tentang Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang tak bisa dikembalikan kepada kontraktor.

Sebagai upaya memberikan landasan hukum yang lebih kuat, rencananya pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah tentang cost recovery yang akan memuat unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai cost recovery beserta standar kewajarannya.

Target Investasi Migas 2010 US$ 15,9 Miliar




VIVAnews - Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) tahun depan menganggarkan investasi US$ 15,99 miliar untuk kegiatan hulu migas dalam negeri.

Kepala BP Migas R Priyono mengatakan anggaran tahun depan tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun ini yang hanya US$ 10,874 miliar. "Kenaikan investasi tersebut di antaranya dikarenakan upaya peningkatan produksi terutama di Lapangan Banyu Urip, Jatim," ujar dia di Gedung Patra Jasa Jakarta Rabu 30 Desember 2009.

Menurut dia, investasi tersebut rencananya untuk pengerjaan wilayah kerja produksi sebesar US$ 13,628 miliar dan eksplorasi US$ 2,36 miliar. Priyono juga menjelaskan, realisasi investasi hulu 2009 sebesar US$ 10,874 miliar berasal dari wilayah produksi US$ 9,976 miliar dan eksplorasi US$898 juta.

"Angka realisasi 2009 itu mencapai 71,8 persen dari rencana sebelumnya sebesar US$ 15,153 miliar," kata dia.

Namun angka ini, tuturnya, lebih rendah 12 persen dibandingkan realisasi 2008

yang mencapai US$ 12,096 miliar. Penyebab antara lain adalah turunnya komitmen, efisisensi pengadaan, penundaan proyek karena belum ada persetujuan, dan penundaan pemboran. Pada 2009, kegiatan pemboran mencakup 73 sumur yang 50 di antaranya telah dites dan ditemukan 33 sumur atau rasio keberhasilan mencapai 46 persen atau lebih tinggi dibandingkan dunia yang hanya 20-30 persen.

Sedangkan, pemboran sumur ekploitasi mencapai 969 sumur atau 16,7 persen lebih tinggi dibandingkan 2008 yang hanya 831 sumur, sementara realisasi biaya operasi yang dikembalikan negara (cost recovery) pada 2009 mencapai US$ 9,9 miliar atau 90 persen dibandingkan target APBN US$ 11,05 miliar.

Medco Optimis Bisnis Migas 2010 Lebih bagus


INILAH.COM, Jakarta - President Director PT Medco Indonesia Budi Basuki optimis bisnis usaha hulu minyak dan gas bumi 2010 akan lebih bagus dari sekarang, karenanya Medco sudah meningkatkan aggaran investasi 2010.

"Tahun depan diharapkan harga minyak akan jauh lebih baik, karenanya Medco sudah meningkatkan anggaran investasi 2010, serta akan mengupayakan penambahan investasi untuk sumur eksplorasi dan untuk major projek," kata Budi Basuki kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (9/12).

Dia menegaskan prinsipnya, Medco optimis dan akan melakukan investasi lebih besar pada 2010 mendatang. Pada 2010 produksi gas diperkirakan akan naik lebih dari 50 MMSCFD, terutama dari lapangan Singa dan South Sumatra. Sementara untuk produksi gas Medco dipastikan terus menurun secara natural mengingat kondisi lapangannya sudah tidak mendukung. [san/cms]

uLuEmz

Dreamer
Grab a Funny Picture from pYzam.com

Petroleum Engineering

Foto saya
Cirebon, West java, Indonesia
Huuuuyyy. . . . . W Kuliah di Akamigas Balongan Fakultas Teknik Perminyakan